Minggu, 23 November 2008

Nggak Usah Kuliah, Beli Sapi Aja!!


Tulisan ini saya ambil dari buku “Guru Goblok Ketemu Murid Goblok” hal 132-136. Yah, itung-itung buat inspirasi kita agar bisa menjadi lebih baik.


Nggak Usah Kuliah, Beli Sapi Aja!!


Kisah ini terjadi di warung kaki lima sekitar masjid kampus ITS. Selepas Solat Jumat, Pak Rohim langsung menelepon. Memang masjid kampus ITS cukup besar sehingga walaupun sama-sama berada di masjid, belum tentu bisa ketemu. Suara dari handset di seberang menginformasikan posisi di depan wudhu dan saya pun meluncur ke sana.



Begitu ketemu, acara berikutnya adalah makan di warung kaki lima tidak jauh dari tempat wudhu. Bagi saya, makan kali ini adalh nostalgia belasan tahun silam. Tempat inilah yang sering menjadi tempat cangkruk saya semasa skitf menjadi pengurus masjid Manarul Ilmi kampus ITS.

Sambil menunggu gado-gado, Pak Rohim ngobrol dengan empat mahasiswa yang kebetulan duduk di depannya. Setelah berbasa-basi bberapa saat, pertanyaan-pertanyaan finansial pun meluncur.

“Berapa kebutuhan unag kuliah dan biaya hidup sebulan?”, selidik pak Rohim. “Yaa ... sekitar Rp. 700 ribu”, jawab sang mahasiswa.

“Semua dikirim oleh orang tua?”

“Ya ... Begitulah”

“Nah .. dengan kebutuhan bulanan seperti itu, berarti dalam setahun tidak kurnag dari Rp. 8 juta digunakna untuk biaya kuliah. Bila lulus selama lima tahun maka unag Rp 40 juta akan melayag. Pertanyaan saya mewakili orang tua kalian ... kapan duit itu kaan kembali??

Walaupun tidak siap mendapatkan pertanyaan seperti itu, Pak Rohim menambah lagi kebingungan si mahasiswa.

“Mewakili orang tuamu .. coba jawab pertanyaan ini ... lebih meguntungkan mana uang sebesar Rp. 40 juta : digunakan untuk menyekolahkan kamu atau membeli sapi?” .

Saya (penulis) pun menimpali, Rp. 40 juta bisa dibelikan delapan ekor sapi betina yang tiap tahun akan beranak satu ekor. Dengan demikian dalam waktu lima tahun minimal akan ada 40 ekor anak sapi. Ditambah lima induknya, total akan ada 45 ekor sapi. Itupun tanpa menghitung bahwa anak sapipun pada sekitar satu tahun akan menjadi induk sapi yang juga beranak. Dengan demikian perhitungan 45 ekor anak sapi adalah perhitungan dengan pendekatan pesimis.

Dengan 45 ekor sapi, orang tua mahasiswa ini akan bisa hidup santai. Tiap tahun dalam kondisi normal akan menerima kelahiran 45 ekor sapi. Tiap bulan 4 ekor lebih.

Untuk keamanan, tidak usah dihitung 4 ekor. Ambil separuhnya saja yaitu 2 ekor anak sapi tiap bulan. Yang dua untk biaya-biaya dan cadangan resiko-resiko. Masuk akal kan?

Bila sekor sapi senilai Rp. 5 juta, maka tiap bulan orang tua mahasiswa akan menerima Rp. 10 juta. Pertanyaan selanjutnya .. kapan sang mahsiswa telah “merenggut” delapan induk sapi mampu mengembalikan unag dari orang tuanya sebesar Rp. 10 juta perbulan?

Mahasiswa yang kuliah di bidnag perkapalan tadi mengelak. Ia mengatakan bahwa dirinya akan mengembalikan uang sekolah bukan kepada orang tuanya. Ia akan mengembalikan kepada anaknya nanti.

Mendapatkan bantahan dari mahasiswa ini, Guru menjelaskan, “Itulah sikap mental yang menjadikan negeri ini tidak maju-maju. Ketika ditunjukkan tanggung jawab yang lebih baik, memilih mengelak dengan membuat alibi-alibi. Menyekolahkan anak adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa dianggap sebagai membayar utang kepada orang tua yang telah membayar uang kuliah kita”.

“Apakah seandainya kamu tidak dikuliahkan orang tuamu, kamu juga tidak akan mau membayar uang kuliah anak-anakmu nanti?”.

Jadi, mestinya, mahasiswa tadi tetap berkomitmen untuk mengembalikan uang orang tuanya tanpa mengurangi kewajibannya untuk menyekolahkan anak-anaknya kelak. Generasi sekarang harus lebih baik daripada generasi masa lalu. Generasi masa yang akan datang harus jauh lebih baik daripada generasi saat ini.